Dunia bisnis di Tanah Air tidak hanya dikuasai para laki-laki. Ada sederet pebisnis perempuan yang sukses memainkan usaha di berbagai bidang, mulai dari kosmetik, fesyen, teknologi, hingga sektor kreatif.
Para perempuan tersebut berhasil mengelola bisnis dengan melawan stereotip yang berkembang. Bahkan berkat kepiawaian yang dimiliki, nama mereka telah diperhitungkan di dunia internasional.
Siapa saja para pebisnis perempuan hebat itu? Berikut ini merupakan profil mereka.
Nama Martha Tilaar seakan menjadi ikon pebisnis perempuan sukses di Indonesia. Sosok yang kini berusia 85 tahun itu pertama kali memulai bisnisnya dari sebuah salon kecil di garasi rumah ayahnya pada 1970 silam. Saat itu dia gencar melakukan promosi dengan mendatangi satu rumah ke rumah lainnya. Usahanya itu pun mendapat respons positif hingga kemudian dia membuka salon keduanya. Di sanalah Martha mulai memperkenalkan perawatan kecantikan tradisional berbahan tanaman herbal yang merupakan hasil eksplorasinya dari kekayaan alam Indonesia.
Usahanya itu terus berkembang hingga kemudian pada 1983 Martha berhasil mendirikan PT Sari Ayu Indonesia. Produk Sariayu pun perlahan mulai dikenal masyarakat dan menguasai pasar kosmetik Tanah Air. Tak hanya itu, produk Sariayu juga telah diekspor ke beberapa negara, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Taiwan, Hong Kong, China, Mauritius, dan beberapa negara di Afrika timur.
Capaian dan kontribusi Martha tersebut kemudian membuatnya dinobatkan sebagai SDG Pioneers tahun 2018 untuk Advancing Sustainability Through Community Engagement dari United Nation Global Compact. Melalui perjalanannya tersebut, Martha menyebut bahwa jika didorong dan diberi kesempatan untuk terus berkarya, perempuan akan bisa maju dan sukses seperti halnya laki-laki.
Berikutnya adalah sosok pebisnis yang berkecimpung di bidang teknologi. Dia adalah Catherin Hindra Sutjahyo, perempuan kelahiran Surabaya tahun 1983 lalu yang sukses mendirikan Zalora Indonesia. Marketplace produk kecantikan dan fesyen ini dia dirikan pada 2010 lalu bersama rekannya. Kala itu ia melihat Indonesia adalah pasar potensial untuk industri e-commerce. Tak butuh waktu lama, Zalora berkembang menjadi salah satu marketplace yang paling banyak dikunjungi dengan jumlah pengunjung mencapai jutaan per bulannya.
Perjalanan Catherine memainkan bisnis teknologi di Indonesia tak berhenti sampai di Zalora. Dia pada 2016 dipercaya menjadi CEO dari Alfacart (Alfamart). Di sana Catherine langsung melakukan rebranding dengan menerapkan strategi online to offline (O2O). Setelah cukup membawa dampak pada alfamart, lulusan Nanyang Technological University itu bergabung ke Gojek pada akhir 2017 sebagai chief commercial expansion (CCE). Dia kemudian diberikan tanggung jawab untuk mengelola layanan pemesanan makanan, Go Food, dengan menjadi Chief Food Officer di Gojek.
Kata Chaterine, hadirnya perempuan dalam dunia teknologi khususnya pada posisi pemimpin, telah mampu memberikan warna tersendiri. Ia percaya bahwa “self pity isn't help. Play your strength!" Dari situ dia ingin menunjukkan kekuatan sebagai perempuan.
Pebisnis hebat perempuan selanjutnya adalah Aulia Halimatussadiah. Ia merupakan pendiri start up self publishing bernama Nulisbuku.com. Meskipun memiliki latar belakang pendidikan di bidang IT, sosok yang akrab dipanggil Lia itu memiliki kecintaan yang besar pada dunia penulisan sejak kecil. Hingga kini dia tercatat sudah menerbitkan lebih dari 30 buku.
Sebelum mengembangkan Nulisbuku.com, perempuan asal Yogyakarta itu pada 2006 mengembangkan situs web kutukutubuku.com, yang merupakan toko buku online. Toko buku tersebut berhasil mendapat sambutan baik dari pengguna internet di Indonesia. Dari situlah Lia memutuskan keluar dari pekerjaannya dan fokus mengembangkan bisnisnya.
Kemudian, pada 2010 Lia bersama tiga rekannya mendirikan Nulisbuku.com. Lewat platform ini dia ingin menjembatani kesulitan yang dialami para penulis ketika akan menerbitkan karya mereka. Nulisbuku.com memberikan sistem yang sederhana sehingga penulis bisa dengan mudah mempublikasikan tulisan.
Di samping itu, Lia juga aktif dengan menjadi founder dan co-managing dari Girls In Tech Indonesia. Ini merupakan sebuah organisasi nirlaba global di Indonesia yang bertujuan mendorong perempuan untuk menguasai bidang teknologi. Dari situ Lia ingin mematahkan stigma bahwa teknologi hanya milik laki-laki, tapi para perempuan juga bisa menjalankan bisnis dengan bantuan teknologi, sekaligus tetap melakukan manikur dan pedikur.
Dari Kota Gudeg Yogyakarta ada sosok Fransisca Puspitasari yang berhasil mengembangkan bisnis keramik hingga sampai menembus pasar internasional. Perjalanan perempuan yang akrab disapa Kika itu dimulai ketika dirinya mulai jengah dengan pekerjaan yang telah dilakoninya selama 20 tahunan. Dia pun pada 2016 memutuskan untuk keluar dan membangun bisnis keramik dengan nama Kaloka Pottery.
Namun, saat itu ia tak langsung memiliki studio sebab biaya pembuatannya cukup tinggi. Kika sempat menumpang di studio milik temannya. Dari situlah lulusan Institut Seni Indonesia itu mulai menawarkan produknya dari jejaring yang dimilikinya. Hingga suatu hari Kika nekat untuk membuat studio sendiri di sebuah gang di Yogyakarta. Kika juga membuat perubahan untuk memasarkan produknya melalui Instagram yang ternyata membuat produknya mulai mendunia.
Kala itu ketika tiba-tiba masuk pesanan keramik dari Qatar sebanyak 2.000 buah. Meski hampir kewalahan, Kika berhasil menyelesaikan pesanan tersebut bersama tim kecilnya. Pesanan dari berbagai negara pun perlahan mulai datang, seperti dari Amerika Serikat, Eropa, Australia, dan negara di Timur Tengah lainnya. Produk Kaloka Pottery begitu diminati karena menghadirkan desain yang unik dengan warna-warni khas.
Dari usahanya tersebut Kika rupanya tak hanya mencari keuntungan semata. Ibu dua anak itu ingin menghadirkan manfaat kepada sesama. Salah satunya, Kaloka Pottery rutin berbagi kepada panti asuhan dan beberapa yayasan, seperti yayasan Alzheimer.
Pebisnis perempuan hebat berikutnya adalah Diajeng Lestari, pendiri e-commerce fesyen muslim Hijup. Sosok yang akrab disapa Ajeng ini mengawali usahanya berangkat dari pengalaman kesulitan mendapatkan busana muslim yang kekinian. Kendati sudah beberapa brand baju muslim yang bermunculan tapi belum tersistem dengan baik. Hal tersebut kemudian mendorong alumni Universitas Indonesia itu untuk membuat platform untuk para desainer muslim.
Hijup yang didirikan pada 2011 lalu mulanya hanya dioperasikan dua orang. Mereka adalah Ajeng yang merangkap menjadi direktur sekaligus office girl, dan sang suami yang merupakan founder Bukalapak, Achmad Zaky yang mengelola bagian IT. Meski begitu, Hijup perlahan berhasil menggandeng berbagai desainer dalam negeri dan memasarkan produknya baik ke pasal lokal maupun global.
Kiprah menarik Hijup kemudian berhasil memikat mata investor. Mereka mendapatkan investasi untuk mendorong kemajuan Hijup. Hingga saat ini, e-commerce ini telah berhasil mengirim beberapa koleksinya ke 50 negara.
Bagaimana, menarik bukan kiprah para pebisnis perempuan hebat di Indonesia? Mereka telah membuktikan bahwa perempuan juga bisa mencapai titik tertinggi di sebuah bidang usaha dan menebar manfaat dari apa yang mereka kembangkan. Jadi, seberapa terinspirasi kamu dari kisah mereka?