Pernah dengar istilah cinematherapy? Belakangan metode tersebut cukup populer untuk membangkitkan motivasi seseorang karena caranya yang relatif mudah dan bisa dilakukan kapan saja. Saat melakukan cinematherapy kamu perlu sejenak menjauhkan diri dari gawai yang selama ini mungkin memicu rasa stresmu.
Saat pikiranmu sementara beristirahat dari penatnya rutinitas, gambar-gambar pada film akan menghadirkan sebuah ketenangan. Suara para tokoh, suasana latar, dan alur cerita perlahan membawamu pergi dari realitas. Semua terasa cukup menyenangkan dan membebaskan. Alhasil itu pun bisa menginspirasimu menjadi lebih kreatif pada kemudian hari.
Yang perlu digarisbawahi, keberhasilan cinematherapy juga ditentukan dari judul film yang kamu pilih. Saat ini sudah banyak inspiratif yang bisa membangkitkan kreativitasmu, seperti berikut ini contohnya.
Film yang dibintangi Nicholas Saputra ini terinspirasi dari kisah nyata Soe Hok Gie, seorang aktivis keturunan Tionghoa yang vokal menyuarakan ketidakadilan. Film Gie mengambil latar waktu semasa transisi Orde Lama ke Orde Baru. Sisi pemikirannya yang kritis dan idealis mulai banyak ditampilkan saat ia menjadi mahasiswa jurusan Sejarah, Universitas Indonesia. Pemikirannya mengenai politik, budaya, hingga ekonomi Indonesia pada masanya rajin ia tuliskan dalam catatan-catatan.
Kendati dikenal kritis, sebagai mahasiswa Gie memiliki motto “Buku, Pesta, dan Cinta.” Maka dari itu, selain dari buku ia juga banyak melihat dunia melalui film dan alam.
Menjelang akhir film Gie, kamu akan dibawa melihat perjalanan pendakian Gie puncak tertinggi di Jawa, Mahameru. Pada perjalanan tersebut, Gie akhirnya benar-benar mengalami apa yang sering dia katakan, “Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”
Penasaran dengan sepak terjang Gie? Kamu bisa menonton kisah lengkapnya di Disney Plus dan Vidio.
Bagaimana jika liburan yang telah direncanakan tiba-tiba berubah menjadi penuh tantangan dan hal tak terduga? Film Kulari ke Pantai akan membawamu berpetualang mengarungi indahnya alam Indonesia dari Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur. Ragam kuliner Indonesia yang ditampilkan juga membuat film ini terasa seperti road trip sungguhan.
Selama perjalanan, kamu akan disuguhkan dengan cerita sepasang sepupu, Sam dan Happy yang mulanya tak akur. Sam dengan jiwa petualang yang tinggi adalah anak periang yang memiliki hobi berselancar. Sementara Happy, adalah sosok gadis cilik perkotaan yang sedikit angkuh dan tak bisa lepas dari media sosialnya. Karakter keduanya yang berlawanan membuat mereka kerap bersitegang. Bahkan, Happy sempat menghilang saat mereka hampir sampai di tempat tujuan yang telah diidam-idamkan Sam.
Meski diwarnai nuansa konflik antara dua bocah, film yang dirilis pada 2018 ini menghadirkan komedi-komedi yang cukup menggelitik. Kamu bisa menyaksikan cerita Kulari ke Pantai secara lengkap di Netflix.
Film pemenang Oscar 2015 ini menceritakan sosok mahasiswa musik, Andrew (19), yang bermimpi menjadi drummer jazz dunia dan pertemuannya dengan dosen killer, Terence Fletcher di sekolah musik terbaik. Saat menjalani kelas, Andrew sempat salah memukul drum pada beberapa note. Hal itu membuat Fletcher marah, bahkan sampai memaki, menampar, dan melempari barang ke Andrew. Mulanya Andrew sempat menangis menerima perlakuan gurunya itu.
Meski begitu, obsesi Andrew yang ingin menjadi drummer utama terlampau kuat. Dia terus berlatih sampai-sampai melukai dirinya sendiri. Bahkan selepas kecelakaan yang dialaminya, dia tetap bersikeras datang untuk tampil pada sebuah kompetisi sebagai ajang pembuktian diri. Namun, di sana dia kalah dan akhirnya dikeluarkan dari sekolah musik terbaik tempatnya menimba ilmu.
Kira-kira bagaimana Andrew bisa bangkit dari keterpurukan untuk meraih cita-citanya? Kamu bisa menyaksikan kisahnya di Netflix.
Diadaptasi dari novel karya Laksmi Pamuntjak dengan judul yang sama, tema film ini adalah masakan Indonesia yang dituangkan ke dalam sebuah alur cerita yang berfokus pada persahabatan dan isu sosial. Perjalanan Aruna (Dian Sastrowardoyo) menjelajahi kuliner Indonesia dimulai ketika dia ditugaskan untuk menginvestigasi wabah flu burung ke sejumlah daerah.
Petualangan Aruna makin seru karena dia ditemani oleh dua sahabatnya, Bono (Nicholas Saputra) yang merupakan seorang chef dan Nad (Hannah Al Rashid) seorang kritikus kuliner. Mereka menganggap bahwa setiap makanan memiliki filosofinya masing-masing. Di kota tujuan pertama, Surabaya, mereka bertemu Faris (Oka Antara) yang merupakan mantan kolega Aruna. Ia memiliki penilaian berbeda soal makanan yang hanya dianggap sebagai pengisi perut.
Konflik mulai muncul ketika Aruna menemukan ketidaksesuaian data kantor pusat dan lapangan. Lalu, bagaimana kelanjutan investigasi Aruna? Simak selengkapnya kisah Aruna mencicipi kuliner Nusantara di Netflix.
Film dokumenter yang diproduseri Nicholas Saputra ini menceritakan tujuh sosok di tujuh provinsi Indonesia yang berjuang menghentikan dampak perubahan iklim. Mereka menjaga keseimbangan alam Indonesia dengan bertumpu kepada nilai agama, kepercayaan, dan budaya masing-masing.
Dimulai dari Bali, cerita bagaimana mereka menghemat penggunaan listrik pada momen Nyepi rupanya memberikan efek pada pengurangan emisi harian di Bali. Cerita kemudian berlanjut ke Kalimantan Barat hingga Papua. Saksikan berbagai cara para figur daerah merawat alam Indonesia selengkapnya di Netflix.
Nah, itulah lima film yang bisa kamu jadikan sebagai cinematherapy. Dari alam, kuliner, hobi, semua memiliki ceritanya masing-masing. Jika dilihat lebih dalam, dari hal itu tersimpan filosofi dan inspirasi di dalamnya. Lalu, film manakah yang akan kamu saksikan terlebih dahulu?