Buat kalian penikmat karya musisik Tanah Air, pasti sering dengar nama Juni Records.
Juni Records adalah sebuah company entertainment yang dibangun oleh Adryanto Pratono dan Raisa, dengan tujuan memberikan ruang bagi para musisi berkolaborasi dengan pelaku kreatif lainnya untuk menghasilkan karya seni yang punya nilai komersil. Bukan cuma itu, Juni Records juga pelan-pelan mengubah pakem di industri musik Indonesia.
Selain menjadikan perusahaan rekaman sebagai bisnis utama, Juni Records juga mengupayakan keamanan Intellectual Property (IP) dari masing-masing musisi terkait setiap produk kreatif lain yang diciptakan. Penasaran dengan sosok yang ada di belakang Juni Records? Yuk, kita kenalan sama salah satu founder-nya, Adryanto Pratono!
Berangkat Dari Rasa Penasaran
Dari tahun 2012, Adryanto Pratono yang akrab dipanggil Boim udah ngerencanain banyak hal. Mulai dari kepingin mengorbitkan musisi papan atas, sampai ngadain konser akbar berskala internasional. Awalnya, Juni Records adalah murni perusahaan rekaman. Tapi, Boim sadar bahwa mereka butuh bisnis unit. Akhirnya, dibikin lah produk bisnis lain yang masih terkait dengan karya setiap musisi. Contohnya lagu-lagu yang dibikin buku, atau merchandise.
Di awal karirnya, Boim udah berhasil ngambil langkah lumayan besar. Waktu itu, sekitar tahun 2013, Apple mulai melakukan ekspansi bisnisnya di Indonesia. Sebagai orang yang memanajeri Raisa, Boim mencari tahu gimana caranya supaya lagu Raisa yang direkam di Tanah Abang, bisa mejeng di salah satu rak digital iTunes dan didengerin sama semua orang di dunia. Berkat usahanya mencari informasi kesana ke mari, akhirnya misi Boim berhasil. Langkah yang sama kemudian dilakukan juga oleh musisi lainnya.
Melalui temannya yang kuliah dan bekerja di Amerika, waktu itu Boim dapat kabar soal layanan musik streaming, di mana penggunanya bisa cuma dengerin lagu secara legal tanpa harus beli. Boim juga kemudian menemukan cara menembus pasar layanan musik streaming tersebut sebagai salah satu pelopor, kita kemudian mengenalnya dengan nama Spotify. Sekarang, teman Boim yang bekerja di Amerika tadi beralih ke tanah air dan menjabat sebagai chief of business di Juni Records.
Menurut Boim, penting untuk punya rencana panjang dalam berbisnis. Sama seperti hal yang dilakukannya untuk Raisa, Boim udah menentukan langkahnya selama dua tahun ke depan, lima tahun ke depan, sekaligus berusaha merealisasikan semua rencananya secara bertahap. Hal yang sama juga Boim terapkan buat Juni Recods.
Berawal dengan ngumpulin tabungan bareng Raisa buat bikin perusahaan rekaman, September 2014 Boim sama Raisa ke notaris buat mengesahkan Juni Suara Kreasi. Dari situ, mereka terus belajar; dari internet, buku, sampai dari studi kasus. Boim bilang, DNA Juni Records adalah rasa penasaran yang harus terus dijawab. Menjawab rasa penasaran itu, Boim perlu terus belajar. Bagi Boim dan Juni Records, belajar adalah proses yang nggak pernah selesai.
“DNA Juni Records adalah rasa penasaran yang harus terus dijawab.” - Adryanto Pratono
Adaptasi Adalah Cara Mutakhir Bertahan di Industri Kreatif
Perjalanan Boim membangun Juni Records salah satunya adalah dengan dateng ke konfrensi-konfrensi dan festival musik di luar negeri. Mulai dari Music Matters di Singapura, sampai South by Southwest di Texas. Dari sana Boim banyak belajar dan ketemu orang yang kemudian membantunya dalam berkarir. Melalui pertemuan-pertemuan itu, Boim jadi paham bahwa Asia secara keseluruhan udah ketinggalan dua sampai tiga tahun dari Australia. Lebih parah lagi, Asia ketinggalan lima sampai dengan tujuh tahun dari Amerika. Tapi, hal itu nggak bikin Boim patah semangat. Dia justru mencari peluang yang bisa dilakukan supaya nggak ketinggalan lagi.
Boim sadar awalnya musik di Indonesia ditentukan oleh radio. Hal itu tiba-tiba berubah setelah kehadiran Youtube dan Layanan Musik Digital. Boim cerita ada istilah New Music Friday, hari di mana para musisi merilis lagunya secara serentak. Nggak kaya film yang nasib tayangnya ditentukan oleh jumlah penonton, lagu-lagu yang mejeng di New Music Friday bakal otomatis diganti sama lagu lainnya pada hari Jumat pekan selanjutnya.
Melihat ketatnya persaingan, Boim paham kalau dia cuma bikin rekaman, dia bakal kalah. Sebab itu artinya musisi harus lebih sering merilis lagu dan tiap kali bikin lagu, mereka butuh dana yang nggak sedikit. Buat bertahan di industri musik, Boim tahu dia harus bikin sesuatu yang lebih dari sebuah label.
Kemudian, Boim perbesar skala. Sumber Daya Manusia (SDM) yang awalnya cuma delapan, Boim tambahin jadi enam belas. Boim merekrut orang-orang yang bisa membantunya menganalisa pasar di industri musik sekaligus musisi daerah yang punya kualitas. Boim mengorbitkan musisi potensial dari Malang, yaitu Coldiac dan Tashoora dari Yogyakarta, yang aktif menyuarakan emansipasi perempuan dalam lagu.
Selain itu, Boim juga membangun kolaborasi dengan para pekerja kreatif yang kemudian bisa mengubah sebuah lagu jadi produk. Contohnya sleeping aid Kunto Aji, oil yang bisa membantu kita tidur lebih pulas, diadaptasi dari lagu Kunto Aji berjudul rehat. Berkat kerja kerasnya memperbesar skala, tahun 2016 Boim berhasil meraih 9 piala dari Anugrah Music Indoneisa; 7 piala dari Raisa dan 2 piala dari Barasuara. Kesuksesan itu memungkinkan Boim menambah skala produksi dari musisi yang telah bergabung dengan Juni.
Sekarang, beberapa musisi besar udah bergabung dengan Juni Records. Di antaranya ada Raisa, Dipha Barus, Gbrand, Josh Kunze, Kunto Aji, Ramengvrl, Monica Karina dan Tashoora. Nggak sampai di situ, Boim juga sukses menggelar konser-konser akbar, mulai dari konser Raisa di Istora Senayan, sampai dengan konser musik di Singapura. Artis papan atas yang lagunya dirilis oleh Boim salah satunya adalah Tiffany SNSD. Berkat Boim juga, Raisa berkesempatan merekam lagunya di Westlake Recording Studio, tempat yang sama di mana Michel Jackson merekam lagunya. Satu per satu, rencana Boim yang udah ditentuin dari awal terwujud.
Apa Boim pernah merasa capek terus beradaptasi dengan perubahan yang selalu terjadi di industri musik? Tentu saja. Bertahun-tahun karirnya di industri musik, sampai hari ini Baim belum nemuin pola yang akurat. Nggak ada formula yang bisa membantunya buat bertahan stabil di atas permukaan. Tapi Boim sadar, supaya bisa bertahan di industri ini, dirinya harus cair. Bagi Boim, adaptasi adalah cara mutakhir untuk bertahan di industri musik kreatif.
Nggak Punya Selera Musik
Ketika ditanya soal selera musik, Boim mengaku kalau dia nggak punya selera musik. Tiap dateng ke konser musik, Boim malah kebanyakan mikir. Boim sibuk menganalisa semuanya. Mulai dari penampilan musisi, sampai kualitas pertunjukkan. Sebab buat Boim sekarang musik adalah pekerjaan. Tapi, bukan berarti dengan menganggap musik sebagai pekerjaan, Boim jadi berhenti bersenang-senang.
Boim cerita kalau dirinya merasa beruntung karena bisa mengerjakan sesuatu yang dia senangi. Apa Boim mengandalkan keberuntungan dalam setiap langkahnya berkarir? Nggak juga. Tetap, kerja keras yang jadi modal utama. Dalam kerja keras itu, sebaiknya kita mau terus belajar terhadap hal baru, itu saran Boim buat temen-temen yang juga tertarik milih karir di industri musik.
Di masa mendatang, Boim ngebayangin Juni Records sebagai playground buat siapa aja untuk bereksplorasi di bidang musik. Boim ingin anak-anak muda di Indoensia terus mencoba sesuatu yang baru, tapi dengan perhitungan. Buat target-target yang masuk akal, dalam jangka pendek, sambal pelan-pelan kejar target jangka panjang. Yang penting, menurut Boim, kita jangan takut untuk nyoba.
Kira-kira, apa masih ada hal yang bikin kamu takut untuk nyoba sesuatu? Yuk, lawan rasa takut itu dan mulai kejar target yang udah kamu tentuin sekarang. Temuin cerita inspiratif lainnya cuma di KARENA.ID