Seiring berjalannya waktu, kamu mungkin akan mulai mempertanyakan eksistensimu. Orang seperti apakah dirimu dan bagaimana masa depan yang akan kamu lalui. Dalam perjalanan tersebut kamu mungkin menemukan kesulitan karena tak kunjung mengenali diri sendiri. Kamu justru merasa kian asing dan mengalami kebuntuan sehingga memicu perasaan frustasi, stres, cemas, hingga depresi.
Jika mengalaminya, sebenarnya ada berbagai alternatif yang bisa kamu coba terapkan. Salah satu yang cukup berkembang saat ini adalah art therapy. Merujuk sebuah penelitian dari Universitas Wisconsin, art therapy merupakan cabang dari kesehatan mental yang menempatkan seni dan proses kreatif sebagai sebuah metode untuk penyembuhan. Metode tersebut menjadi sarana yang membawa perbaikan dan peningkatan kesejahteraan fisik, mental, dan emosional bagi seseorang.
Art therapy dilakukan untuk memahami bagaimana warna, tekstur, dan berbagai media seni yang merupakan alat dapat membantu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kondisi psikologis seseorang. Bentuknya bisa dilakukan dengan menggambar, melukis, mewarnai, membuat kerajinan, dan lain sebagainya.
Namun, tak sembarang berkreasi, pada art therapy yang melibatkan profesional, umumnya akan ada terapis yang mendampingimu. Mereka akan mengarahkanmu kepada hal-hal yang lebih spesifik, misalnya untuk membuat kerajinan tanah liat berbentuk dirimu dan akan memintamu bercerita tentang karya tersebut di akhir. Setiap unsur di dalamnya akan membantumu untuk mengeksplorasi dan memahami elemen kehidupanmu demi meningkatkan kemampuan serta kepercayaan diri.
Dengan aktivitas tersebut, kamu mungkin bertanya-tanya apakah art therapy hanya bisa dilakukan oleh mereka yang berbakat seni? Jawabannya adalah tidak. Siapa pun, baik tua atau muda, perempuan atau laki-laki, dan apapun latar belakangnya, bisa mendapatkan manfaat dari terapi ini. Kendati melibatkan proses kreatif dan mungkin beberapa teknik, tapi itu bukan inti utama dari terapi tersebut. Bagian terpenting dari art therapy adalah hubungan antara seni dan perasaan yang tersalurkan ke dalam karya seni buatanmu. Maka bukan nilai artistiknya yang menjadi fokus utama.
Ketika kamu mulai berkreasi, terapis kadang hanya akan mengamati. Beberapa di antaranya ada yang akan mengajukan pertanyaan tentang bagaimana perasaanmu mengenai proses artistik, apa yang mudah atau sulit dalam membuat karya seni, dan pemikiran atau kenangan apa yang muncul kala kamu berkreasi. Pertanyaan tersebut diperlukan sebelum mereka memberikan observasi.
Lalu, apakah art therapy selalu melibatkan profesional? Sebenarnya kamu pun bisa melakukannya secara mandiri. Mari mengambil contoh dengan aktivitas melukis emosi.
Pertama, persiapkan media yang kamu butuhkan, seperti cat air atau spidol minimal tiga warna. Kemudian, ambil selembar kertas atau kanvas jika ada. Setelah semua siap, mungkin kamu akan merasa tidak yakin bisa melakukannya atau justru bersemangat mencoba hal baru. Apa pun yang kamu rasakan, cobalah menuangkannya ke dalam kertas. Jangan pikirkan soal teknik dan pilihan warnanya. Biarkan tanganmu bergerak dan ikuti alam bawah sadarmu. Jika ada kata atau kalimat yang terbesit di benakmu, tulislah.
Saat lukisanmu selesai, amati bagaimana perasaanmu. Sekarang lihatlah pekerjaanmu tanpa perlu menilainya dan perhatikan pikiran apa yang muncul di benakmu ketika melihatnya. Jika kamu menulis beberapa kata, bacalah dan luangkan waktu sejenak untuk memikirkan apa arti kata-kata itu bagimu. Ulangi aktivitas tersebut seminggu sekali atau saat kamu sedang merasakan emosi yang kuat. Jika kamu mulai merasakan perubahan yang lebih baik, dapat dikatakan terapi tersebut berhasil. Akan tetapi, jika itu belum berdampak kepadamu, kamu bisa melakukannya dengan bantuan profesional.
Nah, demikianlah penjelasan mengenai art therapy yang bisa membantumu untuk menggali dan mengenali diri sendiri. Kamu mungkin terlalu sering terjebak dalam lingkaran self-talk negatif sehingga butuh gebrakan untuk kembali ke jalur yang benar. Sebagian besar masalahmu dapat diselesaikan jika kamu mampu memahami dirimu dengan lebih baik.