Debbie Tea “Pantainanas” Hijrah dari Fotografer Menjadi Ilustrator

Debbie Tea “Pantainanas” Hijrah dari Fotografer Menjadi Ilustrator

Bagaimana jadinya jika seorang seniman pindah haluan? Hal itu nyatanya bukan sesuatu yang mustahil, khususnya bagi Debbie Tea. Selama bertahun-tahun menekuni dunia fotografi, bisa dibilang prestasinya tak diragukan lagi, bahkan hingga diakui di kancah dunia. Pada 2013 lalu, saat menyelesaikan pendidikan di Gerrit Rietveld Academie, Belanda, dia terpilih menjadi salah satu talent pada New Dutch Photography Talent sehingga berkesempatan mengikuti berbagai pameran fotografi. Foto-fotonya pun tampil di beberapa publikasi, seperti WERK x COMME des GARÇONS (Singapura) dan Eloquence Magazine (Korea Selatan). Bahkan, salah satu foto Debbie, “Sputnik Sweetheart,” memenangkan Asia Creative Award oleh ACN Japan pada 2015.

Meski begitu, sepulangnya dari Belanda dia merasa tertohok oleh realitas. Debbie seperti menemukan jalan buntu kala terus menekuni bidang fotografi. Di samping itu, tuntutan orang tua pun ikut membayanginya, ia diminta supaya bisa menghasilkan sesuatu yang lebih bernilai dalam artian materi.

Dari pergulatan pikirannya tersebut akhirnya justru menuntun Debbie menemukan jalan karier baru. Pada 2015 dia meluncurkan brand untuk produk hasil ilustrasinya, Pantainanas. Nama tersebut memiliki filosofi tersendiri bagi Debbie. Ketika orang-orang mendengarnya, ia ingin mengingatkan kepada tanah para dewa, Bali, dengan suasana musim panasnya. Memang saat itu Debbie memutuskan pindah ke Bali dari Jakarta untuk bisa lebih berkonsentrasi dan menemukan berbagai inspirasi.

Perpindahannya ke Bali itu menjadi keputusan yang tepat. Tinggal di tempat yang jauh dari keluarga dan berbagai tekanan yang ada di Jakarta memberinya banyak kepercayaan diri. Banyak orang yang dia temui di sana mengapresiasi karya seni yang dihasilkan Debbie. Baginya itu adalah fondasi yang penting bagi seorang yang sedang membangun merek.

Dalam prosesnya, Debbie mencoba membuat ilustrasinya terlihat mudah. Ia mengembangkan sebuah label seni tanpa gender yang ditujukan untuk menggabungkan kecintaannya pada grafis dengan garis-garis yang bersih dan pola-pola sederhana. Kebanyakan dari karyanya tidak memiliki detail yang terlalu banyak dan warna serta kedalaman. Selain itu, ilustrasinya juga agak datar dan tampak minimal. Ide atau kontennya pun bisa agak abstrak.

Itu semua merefleksikan Debbie secara personal dan situasi kehidupannya sehari-hari. Ia biasanya tidak mengerjakan sesuatu yang tidak dia kenal atau sesuatu yang terasa “jauh”, kecuali dituntut oleh sebuah keharusan.

Kesan effortless yang coba dibangun Debbie ia maksudkan supaya hasil pekerjaannya tampak mudah dan enak dilihat. Ia tidak ingin memberikan perasaan yang mengintimidasi.

Oleh karena itu, dalam setiap karyanya, Debbie menyukai pendekatan yang playful-interactive.

Lalu, bagaimana Debbie mengenalkan hasil ilustrasinya ke publik?

Dalam wawancaranya dengan Jakarta Post, Debbie mulanya mengunggah hasil ilustrasinya ke Instagram. Tanpa menggunakan fitur sponsor, karyanya mendapatkan sambutan yang baik, mulai dari jumlah “likes”, pengikut, dan juga pesanan dari berbagai kalangan. Orang-orang mengirim email dan mengirim pesan kepada Debbie, menanyakan apakah dia membuka art commision atau memproduksi merchandise tertentu.

Dari perjalanannya tersebut, menurut Debbie, Pantainanas telah menjadi rumah barunya. Itu telah menggeser kepuasan yang biasa dia dapatkan dari fotografi. Dengan melihat hasil kreasinya dipakai orang-orang memberinya perasaan bangga dan gembira. Di titik itulah dia merasa dapat berguna bagi orang lain. Karyanya tak hanya sekadar menyenangkan mata, tapi juga memiliki nilai guna lainnya. Selain memberinya keuntungan dalam hal pendapatan, kondisi tersebut juga meyakinkan Debbie bahwa dia sedang berada di jalur karier yang benar.

Bagaimana, menarik bukan perjalanan Debbie bersama Pantainanasnya? Apakah kamu sedang menemukan kebuntuan dalam bidang yang sedang ditekuni? Jika demikian, perjalanan Debbie bisa memberimu inspirasi bahwa saat mengalami momen itu, kuncinya adalah terus berinovasi dalam menciptakan karya. Perubahan yang mungkin kamu lakukan bisa menjadi kunci dalam membuka pintu karier lainnya yang lebih menarik.

Kembali ke blog