Industri musik tanah air diwarnai oleh musisi dengan beragam warna suara dan genre yang variatif.
Semakin banyak pilihan yang dikasih buat masyarakat, para musisi dituntut supaya bisa stand out di tengah persaingan. Seenggaknya, harus ada keistimewaan khusus yang bisa di-highlight dari karyanya. Kukuh Rizal, wirausahawan yang berangkat dari bidang korporat berhasil ngebuktiin kemampuannya menggebrak industri musik dengan memperkenalkan kolaborasi para musisi yang autentik. Terbukti, tiket showcase perdana mereka, Here Comes The Sun berhasil terjual habis cuma dalam hitungan jam.
Memulai Dengan Membaca Artikel
Mungkin kedengaran sentimen, tapi Kukuh Rizal percaya kalau hidup itu singkat. Biar bisa dikenang dengan baik, Kukuh Rizal merasa perlu ngelakuin sesuatu yang bermakna, sesuatu yang bisa ngasih manfaat buat orang banyak. Salah satunya dengan membuka lapangan pekerjaan yang bisa memberi penghasilan untuk banyak orang.
Selain itu, dengan menjalankan usaha sendiri, Kukuh Rizal juga percaya dirinya bisa membangun networking yang berkualitas. Itu yang dianggapnya menjadi salah satu hal yang memotivasinya buat jadi wirausahawan. Maka dari itu, kegagalannya untuk jadi seorang wirausahawan merupakan ketakutan terbesarnya selama ini. Ketakutan itu, kalau kita pandang dari perspektif yang positif, seharusnya bisa memotivasi kita juga.
Dengan latar pendidikan seni rupa, Kukuh Rizal memperkaya diri dengan ilmu serta pengetahuan dalam berbisnis. Cara paling sederhana, yang sebenernya bisa dilakuin semua orang, adalah dengan mempelajarinya melalui artikel. Salah satu artikel yang dipilih Kukuh adalah gimana perusahaan sebesar Disney mengembangkan bisnisnya; gimana suatu karakter bisa bertranformasi dalam berbagai medium, nggak cuma berakhir di layar kaca. Hal itu membangkitkan istilah yang Kukuh Rizal sebut sebagai sparkling imagination, atau letupan yang menginspirasi banyak orang, termasuk dirinya.
Sebagai upaya untuk memperkaya kreativitasnya, Kukuh Rizal juga mengaku mempelari banyak hal dari animasi One Piece, salah satu tayangan fiksi terbaik sepanjang sejarah yang diakui Jepang. Dalam One Piece, world building digali luas banget. World building adalah pengembangan karakter yang bukan cuma bervariasi, tetapi juga dilengkapi dengan detail yang serius.
Berangkat dari inspirasi yang didapat Kukuh Rizal dari beberapa artikel tersebut, ditambah pengaruh dari networkingnya dengan Double Deer dan inspirasi bisnis model dari Radiohead, Kukuh Rizal kemudian membangun sebuah label rekaman yang dia kasih nama Sun Eater, yang tiket showcase perdananya, Here’s Comes The Sun berhasil terjual dalam hitungan jam. Gimana cara Kukuh Rizal meraih kesukesan semacam itu?
Jangan Takut Salah
Dalam perjalanannya berkarir, Kukuh Rizal sering bereksperimen dengan formulanya sendiri. Tahapannya seperti ini; dia mengolah ide yang dia dapat, kemudian mengonsultasikannya dengan senior sekaligus bisnis konsultan, sebelum mengajukannya pada investor. Untuk ngedapetin validasi mengenai pola yang udah dia rencanain. Tentu saja, pola dan rencananya nggak selalu benar. Tetapi, Kukuh Rizal nggak takut salah. Eksperimennya itu terbukti berhasil membawanya pada kesuksesannya dalam menggelar Here’s Comes The Sun.
Tahap pertama Kukuh Rizal dalam menggarap Sun Eater adalah mengumpulkan musisi dengan beragam warna berbeda. Para musisi itu adalah Feast, Hindia, Aldrian Risjad, Mothern, dan Agatha Pricilla. Kukuh Rizal berhasil menangkap keunikan masing-masing dan mengombinasikannya dalam sebuah pertunjukkan autentik. Showcase yang diadain pada bulan Agustus persiapannya dimulai bulan Maret.
Dalam waktu sesingkat itu, upaya yang dikerahkan Kukuh Rizal tetep ngasih hasil maksimal. Mayoritas lagu yang dipersembahkan oleh tiap musisi mewakili peristiwa yang kita alami sehari-hari, dan hal itu melahirkan perasaan yang intim dan personal. Pengalaman adalah hal utama yang ditawarkan Kukuh Rizal dalam showcase perdananya.
Kukuh Rizal dibantu oleh tim yang tergabung dalam Sun Eater, yang artinya orang-orang dengan kebiasaan seperti makhluk nokturnal; melek dan beraktivitas pada malam hari, tidur pada siang hari. Secara bisnis, Sun Eater adalah media brand. Selama pandemik 2020, Sun Eater boleh dibilang aman dari tantangan finansial meski proyek secara off-line secara umum dibatalin.
Sebab, Kukuh Rizal udah mengamankan cash flow selama setahun sebelumnya. Pandemik juga cuma memengaruhi rencana offline Sun Eater, tapi konten online-nya tetap berjalan lancar. Buktinya, salah satu jingle yang mereka produksi digunakan oleh salah satu provider untuk tayangan TVC selama 3 bulan selama Ramadhan.
Keputusan yang diambil Kukuh Rizal dalam perjalanannya berbisnis boleh jadi nggak selalu benar, secara teori. Tetapi, selama kesalahan itu masih masuk akal dan masih mungkin untuk dilakukan, apalagi tetap memberikan keuntungan yang telah diperhitungkan, maka keputusan itu menjadi benar.
Ingin Dikenang Sebagai Guru
Kukuh Rizal cerita bahwa sebagai rencana jangka panjang, dia berharap 60% penghasilan Sun Eater bisa dikumpulin dari hasil franchise, sebab Kukuh Rizal udah bikin konsep partner mana aja yang berpeluang untuk dia ajak kerja sama. Mulai dari pegiat fashion head to toe sampai partner dari bidang teknologi. Sementara itu, biat rencana jangka pendek, mereka berencana mempublikasikan karyanya dalam bentuk buku melalui kerja sama dengan Gramedia, sampai tayangan dokumenter dengan Netflix / iFlix.
Gimana Kukuh Rizal berhasil ngeraih banyak pencapaian dalam waktu singkat, Kukuh Rizal mengaku menghabiskan banyak waktunya buat main-main. Bahkan, waktu optimalnya bekerja dengan tim Sun Eater setiap hari cuma 3 sampai 4 jam, dari pukul 1 siang sampai pukul 4 atau 5 sore. Sisanya, ketika sedang main-main tadi, mereka sekaligus melakukan brainstorming dalam cara yang nggak formal. Pada masa-masa itulah ide hebat sering muncul, kemudian mereka realisasikan. Yang penting, Kukuh Rizal bilang lagi, kita harus ngelakuin sesuatu yang kita suka.
Kembali ke cita-citanya di awal tadi, Kukuh Rizal pengen dikenang sebagai guru. Itulah salah satu alasan yang mendorongnya membentuk Sun Eater. Maksudnya bukan guru professional, tapi seseorang yang ngasih ilmu ke orang lain, bagaimana pun bentuk penyampaiannya. Sampai hari ini, Kukuh Rizal juga masih belajar dari banyak orang. Yang konsisten dia lakuin adalah mengimplementasikan apa yang udahdipelajarinya ke dalam realitas. Nggak ada yang mengajarinya rumusan suatu lagu akan berhasil atau nggak, tapi Kukuh Rizal tetap merealisasikannya. Kukuh Rizal nggak pernah menyerah. Selalu buka kuping terhadap masukan orang.
Itu juga yang jadi saran dari Kukuh Rizal buat para musisi muda yang pengen memulai karir dengan bikin lagu. Tiap lagu punya marketnya sendiri, tugas kita adalah gimana cari jalan untuk mempertemukan lagu dengan pendengarnya. Kadang, kita juga perlu nekat dan lihat ke mana kenekatan itu membawa kita. Bagus kalau berhasil. Kalau gagal, itu bakal jadi pelajaran berharga.