Komik Digital, Lahir di Korea Selatan hingga Tumbuh Subur di Indonesia

Komik Digital, Lahir di Korea Selatan hingga Tumbuh Subur di Indonesia

Dahulu perentalan komik adalah tempat favorit bagi anak-anak maupun remaja. Mereka mencari berbagai komik, seperti cerita Naruto, One Piece, Inuyasha, Detective Conan, dan lain sebagainya. Namun, jika melihat satu dekade ke belakang, tempat rental komik mulai jarang dijumpai.

Kemajuan internet membuat sebagian orang kini cenderung beralih ke komik digital. Komik tersebut juga dianggap lebih praktis. Maksudnya seseorang tidak perlu datang ke toko buku untuk mendapatkan komik, karena semua cerita telah tersedia di gawai mereka. Soal ceritanya, biasanya episode komik digital memiliki cerita lebih beragam dan dirilis per pekannya. Berbeda dengan komik buku yang edisi barunya baru dirilis setiap bulan sehingga kesannya tak seberagam komik digital.

Tren komik digital sendiri bermula pada 2003 lalu, tepatnya di Negeri Ginseng, Korea. Kala itu di sana tengah terjadi krisis dalam industri penerbitan komik cetak. Alhasil muncullah komik digital sebagai alternatif. Salah satu produk komik digital Korea yang cukup mendunia adalah webtoon.

Adapun portal pertama yang meluncurkan webtoon adalah Daum pada 2003. Kemudian, diikuti perusahaan Naver tahun 2004 lewat tangan kreatif  Kim Junkoo. Setelah diluncurkan, webtoon ternyata mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat. Jumlah pembacanya terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga membuat Naver merilisnya melalui aplikasi Line secara global pada 2014.

Pembaca webtoon tidak hanya ramai di Korea Selatan, tapi juga bermunculan di luar negeri. Maka dari itu, webtoon kemudian meluncurkan konten berbahasa Thailand pada 2014 dan bahasa Indonesia tahun 2015.

Memasuki tahun 2019, Line Webtoon bertransformasi menjadi webtoon yang mandiri. Untuk menambah jangkauan pembaca, Naver mengakuisisi situs cerita Wattpad yang sudah memiliki basis pembaca hingga puluhan juta, pada 2021.

Beberapa cerita webtoon yang populer antara lain, Cheese in the Trap, Along with the Gods, My ID is Gangnam Beauty, True Beauty, Yumi's Cell, dan All of Us Are Dead. Cerita-cerita tersebut beberapa ada yang diangkat menjadi drama dan film. Salah satunya, All of Us Are Dead, yang berhasil menorehkan prestasi gemilang sebagai serial dari Korea Selatan yang berhasil memuncaki jumlah penonton harian di Amerika Serikat.

Lalu bagaimana perkembangan webtoon di Indonesia?

Pembaca aplikasi komik digital di Indonesia ternyata tidak kalah meriahnya dengan yang di negara asalnya. Bahkan, pembaca dari Indonesia sempat masuk dalam jumlah yang paling besar di dunia. Tercatat pada 2020 lalu ada 2 juta pengguna aktif dari webtoon. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat sampai saat ini karena adanya pandemi COVID-19.

Di samping memiliki jumlah pembaca yang besar, kreator webtoon dalam negeri juga terus bermunculan. Mereka telah berhasil menelurkan karya-karya yang tak kalah menarik dari cerita dari luar negeri. Beberapa di antaranya bahkan berhasil melebarkan sayap ke kancah internasional. Mereka adalah Avisiena & Savenia Melinda dengan karya Terlalu Tampan,  Archie The Cat dengan Eggnoid, Nurfadli Mursyid dengan Tahilalats dan Annisa Nisfihani dengan webtoon Pasutri Gaje, My Pre-Wedding, serta Virgo and The Sparklings. Di samping itu, juga ada studio pembuatan webtoon yang berbasis di Bandung, yaitu Kolam Susu. Studio yang diinisiasi tiga lulusan Institut Teknologi Bandung ini menghasilkan berbagai webtoon dari beragam tema. Salah satu cerita unggulan mereka adalah Cergaroma yang bertema romansa dalam kacamata dewasa muda. Selain itu, juga ada karya-karya lain seperti The Normies yang mengangkat cerita kehidupan sehari-hari.

Lantas, apakah tren dominasi komik digital hanya dikuasai oleh webtoon?

Kemungkinan besar untuk saat ini adalah iya. Sebenarnya, sebelum webtoon masuk, sudah ada platform komik digital dalam negeri pada 2010 lalu, yakni Ngomik.com. Platform tersebut memiliki 500 komikus aktif dan sekitar 2.700 pengguna. Sayangnya, Ngomik.com saat ini sudah tidak lagi aktif menampilkan komik-komik digital.

Di samping itu, juga ada situs Ciayo,com yang muncul setelah Line Webtoon masuk ke ke Indonesia, tepatnya pada 2016. Namun, situs ini justru tutup kala masa pandemi setelah empat tahun beroperasi.

Dengan demikian, Line Webtoon masih menjadi platform komik digital yang mendominasi di Indonesia. Meskipun beberapa pengamat menyebut gaya cerita di webtoon cenderung cepat dan pendek sehingga bisa membuat kreator kehilangan roh bercerita, tapi nyatanya ini masih menjadi yang paling diminati pembaca. Sebenarnya ada alternatif lain di tengah dominasi Line Webtoon, yakni platform lokal, Karya Karsa. Itu merupakan platform crowdfunding yang memudahkan kreator menjual karya digital secara langsung kepada pembaca. Melalui Karya Karya komikus disebut dapat berkarya lebih rileks dan intens.

Nah, ternyata cukup panjang, ya, perjalanan komik digital, mulai dari Korea Selatan hingga menjadi tren di Indonesia. Tren tersebut tentunya akan terus berubah mengikuti kebutuhan zaman dan juga karakteristik pembaca yang dinamis. Apakah kamu juga tertarik menjadi kreator komik digital ke depannya?

Kembali ke blog