Peran Perempuan dalam Industri Ekonomi Kreatif Berkelanjutan

Peran Perempuan dalam Industri Ekonomi Kreatif Berkelanjutan

Industri ekonomi kreatif Tanah Air kembali bergeliat setelah lesu akibat pandemi COVID-19. Dari total belanja produk dalam negeri yang mencapai Rp 214 triliun saat ini, terdapat 53,86 persen pelaku industri kreatif dari kalangan perempuan. Tidak hanya menjalankan industri kreatif mainstream, sebagian di antaranya kini tengah berinovasi dengan mengembangkan bisnis berkelanjutan, misalnya dalam bidang fesyen, kerajinan, desain, dan masih banyak lagi.

 

Apa yang Dimaksud Bisnis Kreatif Berkelanjutan?

Merujuk kepada Harvard Business School, bisnis berkelanjutan dapat diartikan sebagai aktivitas usaha yang didesain untuk tidak menimbulkan efek negatif pada lingkungan, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan. Para pelaku bisnis kreatif menjaga kegiatan operasional saat ini, supaya tidak menjadi sesuatu yang merugikan di masa mendatang.

Di Indonesia, pelaku bisnis kreatif yang berkelanjutan ada banyak contohnya. Mereka mengembangkan beberapa brand-brand ramah lingkungan yang diinisiasi perempuan kini mulai banyak dikenal khalayak. Apa saja? Berikut kami rangkum

 

BLP Beauty

By Lizzie Parra (BLP) Beauty, merupakan salah satu brand kecantikan lokal yang digagas oleh mantan perias, Elizabeth Christina Parameswari, atau yang akrab disapa Icil, 2016 lalu. BLP Beauty meluncurkan produk pertamanya, yaitu lip coat (liquid lipstick) dengan delapan warna yang merepresentasikan kepribadian perempuan saat memakai lipstik.

Sejak kemunculannya, BLP Beauty berhasil menarik minat banyak konsumen dengan formulasi dan berbagai varian warna produk yang cantik. Itu mengapa, dua tahun sejak launching, BLP Beauty berhasil mendapatkan omzet ratusan juta rupiah per harinya.

Selain berorientasi kepada profit, Icil mencoba meniadakan penggunaan plastik sekali pakai di seluruh outletnya. BLP Beauty juga berkolaborasi dengan Waste4Change untuk menyelenggarakan program 'There's A Box for That' yang membuat konsumen dapat mengembalikan kemasan produk setelah habis dipakai. Dari kemasan itu, konsumen mendapatkan poin yang bisa ditukar dengan hadiah. Melalui kampanye tersebut, pada 2020 lalu, BLP Beauty berhasil mengumpulkan kemasan bekas sampai 900 kilogram untuk kemudian didaur ulang.

 

Kana Goods

Kana Goods adalah brand fesyen lokal ramah lingkungan yang mengusung konsep perpaduan elemen tradisional dan modern. Didirikan pada 2013 lalu oleh seorang sarjana Ilmu Pertanian UGM, Sancaya Rini, Kana Goods menghadirkan berbagai model pakaian dengan warna khas indigo atau biru tua, mulai dari blus, pakaian luaran, dress, dan masih banyak lagi.

Konsep ramah lingkungan yang dibawa Rini bermula dari keprihatinannya akan limbah pewarna batik yang bisa mencemari air tanah. Dari pengalaman tersebut, Rini mulai memproduksi pakaian dengan menggunakan material alami. Misalnya untuk kain, ia memakai bahan dari katun, linen, hingga rami. Sementara dari sisi pewarnaannya, Rini memanfaatkan daun dan kulit rambutan, daun mangga, kayu mahoni, dan lain sebagainya.

Memang, dalam prosesnya penggunaan material alami akan memakan waktu  lebih lama daripada bahan sintetis. Bahkan dari segi harganya pun akan lebih tinggi. Meski begitu, bagi Rini ini merupakan cara mulia untuk menjaga alam melalui pelestarian tradisi. Dari usahanya tersebut, Rini mendapat julukan sebagai perintis penggunaan kembali bahan  pewarna alami.

 

Cottonink

Cottonink merupakan brand fesyen asli Indonesia yang dirilis oleh sepasang sahabat, Carline Darjanto dan Ria Sarwono, 2008 silam. Cottonink mengusung konsep simpel nan kasual dengan menargetkan pasarnya kepada anak muda.

Pada 2020 lalu, Cottonink secara perdana meluncurkan sustainable fashion yang dinamai Pastel Whimsical, melalui kolaborasi dengan merek serat alami, TENCEL ™. Serat yang dipakai menjadi bahan pembuatan kain dan benang terbuat dari bulir kayu asal hutan industri yang dikelola secara berkelanjutan dan bersertifikasi. Serat alami tersebut terbukti ramah lingkungan karena mampu terurai kembali ke alam.


SukkhaCitta

SukkhaCitta hadir bermula dari keprihatinan seorang Denica Riadini-Flesch saat melihat upah pengrajin di desa-desa yang jauh dari kata layak. Ia kemudian mendirikan SukkhaCitta pada 2016 lalu dengan menerapkan standar #maderight, yakni  harus bisa menghidupi para perajinnya, ikut membantu menjaga lingkungan, dan menjadi keberlanjutan budaya Indonesia.

Awalnya, SukkhaCitta berfokus pada produksi kerajinan tangan. Lambat laun, mereka mencoba untuk memproduksi berbagai model pakaian yang ternyata mampu membesarkan nama SukkhaCitta. Adapun konsep keberlanjutan yang diterapkan SukkhaCitta adalah dengan menggunakan material alami, seperti pewarna dari buah-buahan dan kapas yang ditanam secara mandiri.


Arta Derau

Arta Derau adalah studio sekaligus brand keramik  berbasis di Bali yang didirikan seniman, Sekar Puti Sidhiawati, 2018 lalu. Arta Derau memproduksi berbagai macam jenis handmade ceramics dengan motif alam serta batik tradisional, seperti mug, piring, vas, baki, dan masih banyak lagi.

Dalam beberapa eksperimennya, Arta Derau mengumpulkan banyak jenis tanah liat atau pasir dari berbagai tempat untuk produksi keramik. Dari hasil eksperimen tersebut, kini produk Arta Derau telah dikenal luas.

Well, hadirnya brand-brand lokal yang membawa konsep berkelanjutan menyadarkan pentingnya menjaga kelestarian alam.

Jadi, apakah kamu sudah mulai tergerak menggunakan produk ramah lingkungan?

Kembali ke blog