ketika menyaksikan sebuah film animasi, seringkali kita dibuat kagum oleh tayangannya yang bukan hanya memanjakan mata, tetapi juga mempersembahkan detail yang begitu akurat, menjadikannya benar-benar hidup.
Sebutlah beberapa film animasi yang mendunia; The Adventures of Tintin yang rilis pada tahun 2011. Atau The Hobbit. Dua judul tersebut merupakan film yang salah satu animatornya merupakan animator asal Indonesia, Rini Sugianto. Menyadari ketertarikannya di bidang animasi setelah lulus kuliah jurusan arsitektur, Rini memberanikan diri untuk pindah haluan dalam urusan karirnya untuk meraih impian. Simak cerita sukes Rini dalam artikel persembahan KARENA.ID
Animator yang Tidak Mahir Menggambar
Siapa yang mengira bahwa Rini Sugianto, yang terlibat sebagai 3D animator dalam film berskala Hollywood awalnya mengaku tidak mahir menggambar? Memulai perkuliahan jurusan arsitektur di Universitas Parahyangan angkatan 1997, Rini bercerita bahwa dirinya justru menemukan passion di bidang animasi setelah lulus. Berbekal ketertarikan yang kuat, Rini melanjutkan studi ke San Fransisco dan memilih jurusan animasi. Dalam tiga tahun, Rini berhasil meraih gelar sarjana dan berkarir sebagai animator. Apabila kita menyaksikan hasil karya Rini, kita sulit percaya bahwa pada awalnya salah satu guru Rini pernah menyarankannya untuk tidak memilih jurusan arsitektur, sebab hasil gambarnya dianggap kurang bagus. Namun, dengan berlatih, mengenyam 4 tahun pendidikan di jurusan arsitektur diakui Rini telah membantunya menggambar lebih baik.
Tidak lama setelah lulus kuliah di San Fransisco, Rini mengambil kerja magang di sebuah perusahaan game bernama Blurs Studio selama satu tahun. Di sana, Rini diberi tugas untuk mengerjakan traditional dan 3D animation. Traditional animation mencakup kegiatan menggambar secara konvensional serta membuat stop motion, sementara 3D animation melingkupi proses awal sampai akhir yang dikerjakan menggunakan komputer. Bagi Rini, animator adalah pekerjaan yang membutuhkan tingkat kesabaran tinggi. Bayangkan, satu detik fim memuat 24 sampai dengan 30 frame/gambar. Tentu saja seorang animator tidak bekerja sendiri. Dalam pembuatan sebuah film, Rini bekerja sama dengan pembuat story board, layout, model dan karakter. Tugas animator adalah seluruh elemen tersebut. Rini ingat, proyek pertama yang dikerjakannya adalah game trailer untuk film Eragon.
Dari proyek tersebut, Rini menemukan lowongan sebagai animator untuk pembuatan film Tintin di New Zealand, dikerjakan oleh WETA Digital. Selain film Tintin, Rini juga ikut mengerjakan film Lord Of The Rings. Akhirnya, 4 tahun Rini habiskan di New Zealand sebelum kembali ke Los Angeles. Terlibat mengerjakan sebuah film merupakan mimpi Rini, terlibat dalam kedua film tersebut bukan hanya dipandang Rini sebagai mimpi yang menjadi kenyataan, melainkan juga sebuah pencapaian besar yang berhasil diraih dari kerja kerasnya selama ini.
Rini terlibat dalam pembuatan film The Adventure of Tintin, Lord of The Rings, dan The Hobbit.
Menjadikan Harapan Sebagai Strategi
Berdasarkan pengalaman Rini, industri perfilman di Amerika menerapkan sistem kerja freelance, berdasarkan kontrak. Setiap orang dituntut untuk dapat membuktikan kualitas serta kualifikasinya supaya perusahaan terkait dapat memilih jasa kita dibandingkan kompetitor. Saran Rini, 2 bulan sebelum kontak selesai, sebaiknya kita segera mulai mencari proyek lainnya untuk dikerjakan.
Selain itu, ketika menentukan harga, kita juga sebaiknya sudah menghitung kemungkinan-kemungkinan terkait situasi pekerjaan, seperti biaya hidup, pajak dan lain-lain. Pastikan angka yang kita berikan dapat mencukupi itu semua, sebab kalau tidak, kamu bisa kewalahan. Ketika perusahaan menawar tarif yang kita tawarkan, kita juga perlu bernegosiasi dengan baik. Kualitas mumpuni akan memudahkan kita melakukan negosiasi tersebut. Bukankah akan sulit bagi sebuah perusahaan untuk menolak sebuah karya yang mengagumkan? Pastikan kemampuanmu layak untuk harga yang kamu berikan.
Pertimbangan tarif sebagai freelancer sangat penting diperhatikan, sebab break dari satu film ke film berikutnya bisa berkisar 1-3 bulan. Sebuah proyek pembuatan film sendiri memiliki dua durasi pengerjaan berbeda, untuk film Tintin dan The Hobbit itu dikerjakan selama 1-1,5 tahun. Ditambah dengan pengerjaan cerita dan pre-production total menjadi 2 tahun.
Sebagai junior, mungkin akan sulit bagi seseorang untuk menawarkan harga tinggi untuk kemampuannya. Rini memahami hal tersebut, sehingga ia mengatakan bahwa sah-sah saja untuk memilih proyek yang menarik dan dapat memberimu value yang baik dalam portofolio. Rini juga mengaku pernah menemukan beberapa proyek yang secara bayaran mungkin tidak terlalu menarik, tetapi ketika secara pribadi dia menyukai proyek tersebut, dia akan memutuskan untuk menerimanya.
Di luar sistem tarif, Rini menyarankan untuk tidak berhenti berharap. Rini percaya pada kekuatan harapan. Sebab ketika berharap, Rini sekaligus mengerahkan semua kemampuannya untuk mewujudkan impian. Dari situ Rini kemudian menjadikan harapan sebagai strategi yang digunakannya dalam menjalani pekerjaan.
“Saat menentukan harga, perhatikan kemungkinan-kemungkinan terkait situasi pekerjaan, biaya hidup, pajak, dan lain-lain.” - Rini Sugianto
Tidak Pernah Merasa Sebagai yang Terbaik
Salah satu tantangan yang ditemui Rini sebagai animator adalah mempersembahkan detail karakter tokoh. Sebab setiap gerakan yang dibuat harus sekaligus mewakili kepribadian tokoh tersebut. Sementara itu, tantangan lainnya adalah perkembangan software yang harus selalu diikuti, namun hal tersebut biasanya didukung penuh oleh perusahaan.
Perkembangan software, ditambah proyek yang berbeda telah membuat Rini terus merasa bersemangat dalam mengerjakan pekerjaannya. Merasa bosan itu wajar. Belum lagi jadwalnya dipenuhi jam lembur. Itulah kenapa, bagi Rini, jeda di antara proyek itu bisa menguntungkan baginya.
Mengulas kembali pencapaiannya, Rini merasa tidak pernah merasa sebagai yang terbaik di bidangnya, dan dia tidak merasa keberatan dengan hal tersebut. Tetapi, Rini mengetahui kelebihan dan kekurangannya dan dari sanalah dia memilih proyek sesuai kemampuan dan kualifikasinya. Sebab kalau bicara mengenai animator terbaik, Rini menyebut Glen Keane sebagai panutan. Ia merupakan animator Amerika yang terlibat dalam film The Little Mermaid, Beauty and the Beast, Aladdin, Pocahontas, Tarzan and Tangled dari rumah produksi Walt Disney.
Untuk mengisi waktu luang, Rini membuka kelas animasi online yang biasanya diadakan dua sesi. Selain itu, Rini juga mendalami fotografi dan melakukan marathon. Rekor tertinggi yang pernah ditempuhnya adalah selama 46 jam di Perancis. Baginya, marathon merupakan kegiatan penyeimbang untuk pekerjaan yang mengharusnya terus-terusan duduk di depan komputer.
Sebagai wejangan yang dapat bermanfaat bagi anak muda yang hendak meniti karir di jalur yang sama dengan Rini, dia memberitahu untuk fokus terhadap sesuatu yang benar-benar menarik minat kita. Jangan setengah-setengah. Jangan pertimbangkan jalur kilat juga, sebab jalur tersebut tidak akan membawa kita ke mana-mana.
Dari cerita sukses Rini, kamu bisa memetik banyak pelajaran untuk diterapkan dalam hidupmu sendiri. Kesuksesan, meski sulit diraih, namun Rini telah membuktikan bahwa kesulitan apapun dapat ditaklukan oleh kerja keras dan kemauan tinggi.